Table of Contents
ToggleKasus Talcum Powder yang Mengejutkan: Kanker Bukan Sekadar Mitos?
Sebuah pengadilan di Minnesota menetapkan keputusan yang mengejutkan pada Jumat (10/05) lalu. Tiga orang tua yang dijaga dengan penuh cinta ternyata harus menghadapi persidangan yang membawa kisah mereka ke panggung nasional. Anna Jean Houghton Carley, seorang ibu dari tiga anak berusia 37 tahun, diberi kompensasi sebesar $65,5 juta setelah membuktikan bahwa talcum powder dari Johnson & Johnson justru membawa ancaman kanker yang menghantam paru-parunya. Tapi, apakah talcum powder yang telah digunakan selama bertahun-tahun bisa menjadi penyebab kanker?…
Cerita di Balik Kanker yang Tersembunyi
Carley menggambarkan perjalanan panjangnya mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Sejak kecil, ia rutin menggunakan produk talc-based milik Johnson & Johnson, yang dipercaya aman dan nyaman untuk mengeringkan kulit. Namun, seiring waktu, ia mulai merasakan gejala yang tak bisa diabaikan—kesemutan, sesak napas, dan akhirnya diagnosis mesothelioma, sebuah kanker ganas yang sering dihubungkan dengan paparan asbes. Yang menarik, meski kanker ini biasanya terjadi pada organ perut atau paru-paru, Carley menegaskan bahwa hubungan antara talcum powder dan penyakitnya jelas.
“Saya selalu berpikir, produk yang digunakan untuk anak-anak bisa memengaruhi kesehatan jangka panjang,”
ujarnya dalam persidangan.
“Kasus ini bukan hanya tentang kompensasi, tapi tentang kebenaran dan tanggung jawab,”
kata pengacara Carley, Ben Braly, setelah pengadilan memutuskan.
Braly menekankan bahwa keluarga Carley tak pernah mendapat peringatan dari Johnson & Johnson tentang risiko potensial penggunaan talcum powder.
“Mereka menjual produk ini dengan tega, padahal tahu produknya bisa terkontaminasi asbes,”
tambahnya. Tapi Johnson & Johnson tidak menyerah. Mereka menyatakan akan mengajukan banding, sambil menegaskan bahwa produk mereka aman dan tidak menyebabkan kanker.
“Saya percaya semua bukti menunjukkan produk ini sangat baik,”
ujar Erik Haas, wakil presiden litigasi perusahaan.
Kasus Serupa: Penantian yang Berbuah Kebenaran
Verdict ini menjadi bagian dari perang hukum yang berlangsung lama. Sejak tahun 2020, Johnson & Johnson telah menghentikan penjualan talcum powder di AS, tapi para pengguna tetap merasa khawatir. Kasus Carley bukan satu-satunya—baru-baru ini, pengadilan Los Angeles memberikan $40 juta kepada dua wanita yang mengklaim talcum powder menyebabkan kanker ovarium mereka. Bahkan, pada Oktober tahun lalu, pengadilan California menghukum perusahaan dengan $966 juta untuk keluarga wanita yang meninggal karena mesothelioma. Pertanyaan yang muncul: Apakah kita bisa mempercayai produk yang digunakan sejak dulu? atau apakah risiko kanker talcum powder hanya kebetulan?
“Laporan-laporan ini didasarkan pada ‘ilmu sampah’ yang dianggap tidak valid oleh studi berdekade-dekade,”
kata Haas dalam pernyataannya.
Haas menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan berbagai uji coba dan riset untuk membuktikan keamanan talcum powder. Namun, keputusan juri yang menyatakan produk ini
“terkontaminasi asbes”
justru membuka peluang penelitian lebih lanjut. Kasus Carley dan kasus-kasus serupa mengingatkan kita bahwa kebenaran hukum sering kali menjadi pengingat bagi perusahaan besar. Karena keputusan ini, Johnson & Johnson mungkin harus mengubah cara mereka berbisnis—dan berpikir ulang tentang keamanan produk mereka.













